Yang Terhormat,

Bapak Ir. Joko Widodo, Presiden RI terpilih

Dr. Bapak Anies Baswedan

Direktur Eksekutif Nasional WALHI dari Periode 1980 – 2012

Dewan Nasional WALHI dari periode per periode

Eksekutif Daerah dan Dewan Daerah dari 28 Provinsi

Aktivis WALHI dari periode ke periode

Duta Besar Negara Sahabat

Pimpinan Organisasi Masyarakat Sipil

Rekan-Rekan Jurnalis

Ibu/Undangan

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam sejahtera untuk kita semua

Pertama, salam hormat saya sampaikan, teriring ucapan terima kasih atas kesediaan waktu para undangan, khususnya Bapak Ir. Joko Widodo, Presiden RI yang ke-7 menghadiri Konferensi Nasional Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam pada hari ini.

Bapak/Ibu yang terhormat,

Bangsa Indonesia baru saja melalui proses demokratisasi melalui pemilu legislative dan pemilu Presiden-Wakil Presiden RI, dengan terpilihnya Bapak Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Dalam kesempatan ini, kami juga mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak Ir. Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

Bapak/Ibu yang Terhormat,

Satu dekade lebih bangsa ini mengalami  berbagai krisis multidimensi, kemiskinan yang disebabkan ketimpangan struktur dan penguasaan sumber daya, kekerasan dan berbagai konflik agrarian yang dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat tanpa pernah ada upaya yang serius dari Negara untuk menyelesaikan konflik agraria dan SDA ini. Data BPN sendiri menyatakan konflik agraria mencapai 7.491 kasus. Kerusakan lingkungan hidup sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan, bencana ekologis dalam hitungan hari terus terjadi dengan kerugian yang tidak terhitung lagi, belum lagi korban jiwa yang harus meninggal dan terpaksa menjadi pengungsi ekologis.

Kabut asap yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia akibat pembakaran hutan/lahan yang terus berulang tanpa upaya yang kuat dari pemerintah untuk mengatasi bencana tahunan ini, pada akhirnya telah membawa kami sebagai organisasi lingkungan hidup untuk menggugat Presiden RI dan Beberapa Kementerian serta Kepala Daerah di Pengadilan atas apa yang kami sebut dengan pembiaran yang dilakukan oleh pengurus negara, sehingga warga negara mengalami kerugian karena tercabut hak-haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana amanah Konstitusi, UU 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU 39/1999 yang secara tegas telah menyebutkan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia, hak dasar warga Negara untuk hidup.

Ini bukanlah gugatan hukum WALHI yang pertama kepada Pemimpin bangsa ini,  akibat salah urus Negara dalam pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Dalam sejarah perjalanan panjang WALHI berorganisasi, langkah menggunakan pendekatan hukum telah membuat terobosan penting dalam perjalanan bangsa ini dalam menegakkan hukum lingkungan. Jika kita ingat, pada tahun 1989 untuk pertama kalinya, hak legal standing organisasi lingkungan hidup diakui pada saat WALHI menggugat pemerintah dalam kasus pencemaran yang dilakukan oleh PT. IIU di Sumatera Utara.

Gugatan warga negara atau organisasi masyarakat sipil menjadi salah satu jalan juga karena pada faktanya kerusakan lingkungan hidup, bencana ekologis yang ditimbulkan terjadi akibat Negara yang memfasilitasi praktek buruk perusahaan yang mengeruk sumber daya alam tanpa menghitung daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup melalui berbagai kebijakan perundang-undangan, regulasi maupun ijin-ijin konsesi, yang kemudian menjadi basis legitimasi bagi industry mulai industry ekstraktif hingga industry pariwisata yang rakus air dan rakus tanah, menghabisi lahan-lahan pertanian masyarakat. Bahkan acap kali, basis hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah saling bertentangan dan bahkan dengan segala siasat, contoh yang kasat mata adalah tata ruang wilayah yang bisa diganti sesuai kepentingan pemodal. Reklamasi Teluk Benoa Bali dengan menggunakan basis hukum Peraturan Presiden No. 51/2014 adalah kekonyolan hukum dan saat ini hampir semua kota-kota di Indonesia mereklamasi pantai/laut dan teluknya untuk kepentingan investor dan mengabaikan dampaknya baik terhadap lingkungan hidup maupun masyarakat.

Bapak/Ibu yang terhormat,

Krisis yang saya sampaikan di atas bukanlah fakta yang terjadi dalam kurun satu dua tahun ini. Ini telah terjadi lebih dari satu dekade  dan diperburuk dengan situasi, kita hidup di negeri autopilot. Warga Negara dibiarkan berjuang sendiri untuk mendapatkan hak-haknya, bahkan kriminalisasi dan kekerasan menjadi ikutan turunan jika masyarakat memperjuangkan hak atas tanah dan sumber-sumber kehidupannya. Penggunaaan praktek yang militeristik dengan aparat keamanan (TNI/Polisi/paramiliter) menjadi ciri khas dari sebuah praktek buruk ekstraksi sumber daya alam dan land grabbing di Indonesia.

Bapak/Ibu yang Berbahagia,

Kami menyadari bahwa potret buram kerusakan lingkungan hidup dan ketidakadilan sosial yang terjadi harus diakhiri, dan bukan hanya dengan menyesali nasib, karena kita tahu kemerdekaan bangsa inipun direbut bukan diberi. Itulah salah satu yang mendasari mengapa WALHI didirikan pada tanggal 15 Oktober 1980. Sejak dideklarasikan, dinamika organisasi yang berjalan beriringan dengan dinamika politik ekonomi bangsa ini megharuskan WALHI sebagai organisasi LH tertua dan terbesar di Indonesia untuk mengambil peran-peran signifikan dan strategis dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat.

Pada masa reformasi misalnya, WALHI telah turut mengambil bagian penting dalam perjalanan bangsa ini menuju arah demokrasi yang lebih matang, baik demokrasi prosedural maupun demokrasi substansif. Karena kami meyakini bahwa tujuan utama dari penegakan demokrasi adalah keadilan sosial sebagaimana yang menjadi tujuan berdirinya Republik Indonesia ini. WALHI terus mendorong adanya reformasi dalam perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam. Tantangan yang terbesar adalah agenda reformasi inipun “dibajak” baik oleh elit politik maupun “pasar” untuk kepentingan penguatan kekuasaan mereka baik secara ekonomi maupun politik. 16 tahun reformasi, agenda mensejahterakan rakyat jauh tertinggal dibandingkan dengan laju angka korupsi dan kerusakan lingkungan hidup.

Untuk terus mendorong agar isu lingkungan hidup dan keadilan pengelolaan sumber daya alam menjadi isu utama dalam dinamika politik yang berjalan, WALHI baik di nasional maupun daerah sejak pertengahan tahun 2012 telah menggagas sebuah inisiatif atau kampanye “Bersih-Bersih Pemerintahan dari Pelaku Perusak Lingkungan Hidup”. Inisiatif inipun bukanlah lahir dari ruang hampa, namun lahir dari sebuah pergulatan panjang WALHI sebagai organisasi lingkungan hidup tertua dan terbesar di Indonesia dalam mengadvokasi hak-hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta sumber daya alam yang berkeadilan.

Bagi WALHI, pemilu 2014 ini merupakan momentum penting untuk mereclaim reformasi pengelolaan LH dan SDA dan menafsirkannya untuk memajukan dan mendesak agenda perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi yang akan datang. Pemilu 2014 ini juga sekaligus memangkas tali temali yang begitu kuat antara penguasa politik dengan penguasa modal, yang pada akhirnya menjadikan sumber daya alam sebagai transaksi untuk modal politik dan terus menggurita.

WALHI tentunya bersama dengan organsasi masyarakat sipil lainnya ingin memastikan agar lingkungan hidup menjadi prioritas utama, bukan lagi menjadi isu marjinal atau bahkan pelengkap berdemokrasi. Selama ini pembangunan ekonomi Indonesia selalu bertumpu pada sumber daya alam, yang tentu punya konsekuensi pada krisis lingkungan hidup dan kemiskinan struktural.  Agenda politik lingkungan hidup yang kami desakkan bersifat perubahan struktural untuk menjawab problem struktural, yakni antara lain:

Pertama; reformasi kelembagaan dimana WALHI telah menyampaikan usulan kami dalam struktur kabinet pemerintahan Jokowi-JK yang berbasiskan fungsional dan keluar dari status quo. Dengan problem struktural lingkungan hidup dan pengelolaan SDA yang begitu kompleks, WALHI mendorong agar penguatan institusi lingkungan hidup menjadi komitmen kuat yang harus dijalankan oleh pemerintahan Indonesia kedepan. Kementerian Lingkungan Hidup memiliki fungsi utama perlindungan dan pengendalian lingkungan hidup, pelestarian, pemanfaatan lingkungan hidup, termasuk di dalamnya kewenangan koordinasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta Penataan Ruang Wilayah yang berbasis pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Sehingga pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dapat benar-benar menjalankan amanat Undang Undang sebagai penjamin keberlanjutan lingkungan hidup dan sumberdaya alam

Dalam struktur kabinet yang kami tawarkan, kami juga mendorong agar Pemerintahan Jokowi-JK membentuk sebuah badan penyelesaian konflik agraria yang bersifat adhoc, sebagai tahapan untuk mewujudkan agenda reforma agraria sejati.

Kedua; reformasi kebijakan melalui sebuah payung hukum pengelolaan sumber daya alam. Untuk menjalankan amanah Konstitusi dan UU 32/2009, kami mendesak agar pemerintahan kedepan mengimplementasikan mandat UU 32/2009 melalui Peraturan Pemerintah yang selama 4 tahun tidak diselesaikan oleh Presiden SBY.

Ancaman perubahan iklim akan semakin mengancam keselamatan rakyat, terutama yang hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen di setiap pertemuan internasional perubahan iklim, untuk menurunkan emisi hingga 26% dan komitmen ini tentulah mengikat Indonesia untuk menepati komitmennya. Dalam perjalanannya ada gap yang begitu besar antara penaganan adaptasi dengan mitigasi, dimana sebagian besar energy dan anggaran diperuntukkan bagi mitigasi. Bertambah buruk yang mekanisme yang digunakan berbasiskan pasar (carbon trading), yang lagi-lagi membiarkan rakyat semakin tenggelam dalam dampak perubahan iklim, khususnya masyarakat yang tinggal di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil. Situasi semakin memburuk, karena pemahaman di tingkat eksekutif dan legislative juga tidak kalah mengkhawatirkan. Karena itulah, kami mendorong pemerintah kedepan berinisiatif merancang UU Perubahan Iklim, untuk memberikan perlindungan dan keselamatan bagi rakyat.

Membuat system Peradilan lingkungan hidup untuk menangani kasus-kasus lingkungan hidup yang selama ini jalan ditempat. Karena penjahat lingkungan hidup justru merasa bahwa pengadilan adalah tempat yang paling “aman” bagi penjahat lingkungan. Penegakan hukum lingkungan saat ini, tidak mampu menjawab kejahatan lingkungan yang sudah sampai pada tahap extraordinary crimes. Ditambah dengan lemahnya kapasitas aparat penegak hukum dari hakim hingga PPNS nya.

Ketiga; Politik anggaran lingkungan hidup baik di nasional maupun di daerah. Biaya lingkungan hidup selama ini masuk kategori biaya eksternal. Sehingga kerugian lingkungan selalu dianggap murah, karena sebagian besar bebannya berada di tangan rakyat.

Terhadap agenda politik lingkungan hidup yang diusung oleh WALHI, sekedar mengingatkan kembali memori kita bersama, bahwa pada tanggal 12 Mei 2014 pada saat bapak Jokowi silaturrahmi ke kantor WALHI di Tegal Parang, secara tegas Jokowi menyampaikan komitmennya untuk memperkuat institusi lingkungan hidup, membentuk lembaga adhoc penyelesaian konflik agraria dan Jokowi menyatakan bahwa peradilan lingkungan dibutuhkan karena bencana ekologis yang massif dan isu lingkungan hidup sudah menjadi persoalan internasional, bukan hanya Indonesia

Kami tentu sangat berharap, komitmen ini dapat dipenuhi oleh pemerintahan kedepan dibawah pimpinan Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla selaku Presiden-Wapres RI ke-7. Terlebih, dalam dokumen visi misi dan program aksi Nawacita yang diusung keduanya menyatakan bahwa Indonesia berada dalam situasi bencana ekologis. Menetapkan kebijakan secara permanen, bahwa negara ini berada pada titik kritis bahaya kemanusiaan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan hidup.

Konferensi ini bagi WALHI yang diadakan pada hari ini selain bertujuan untuk terus menggulirkan isu lingkungan hidup sebagai isu utama dalam kehidupan berbangsa, melalui konferensi ini juga diharapkan dapat menjadi sebuah indikator dan tahapan menakar komitmen Presiden – Wakil Presiden RI terpilih untuk menyelesaikan dan menangani tantangan penyelesaian persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam secara structural.

Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, berintegritas, berkomitmen dan memahami akar persoalan pengelolaan sumberdaya alam dan memastikan jaminan perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi generasi saat ini maupun genarasi yang akan datang.

Belajar dari proses Pilpres 2014 dimana kekuatan utama adalah partisipasi politik rakyat yang menguat. Maka pemerintahan kedepan juga mestinya menempatkan partisipasi warga negara sebagai suara utama yang harus didengar. Partisipasi warga negara harus dibuka seluas-luasnya, terlebih untuk menentukan ruang hidup mereka. Kami meyakini, kekuatan politik rakyat yang besar, dapat “mengalahkan” kekuatan partai politik yang selama ini selalu mengambil jarak dengan rakyatnya dan bersebrangan dengan kepentingan rakyat.

Bapak/Ibu Undangan yang Berbahagia,

Terakhir, pada kesempatan ini kami juga mengingatkan diri kami dan kita semua. Situasi politik yang berkembang hari ini, menjadi tantangan besar kedepan, kerja keras menjadi pilihan yang harus ditempuh oleh pendukung gerakan demokrasi dan keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia.

Proses demokrasi yang telah baik dengan munculnya semangat partisipasi politik warga Negara yang tinggi serta semangat kerelewanan untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, harus kembali menempuh jalan yang terjal. DPR RI telah mengesahkan UU Pilkada, yang merupakan kemunduran bagi arah demokrasi di Indonesia, hak politik rakyat kembali dikebiri dan kembali ke politik representasi yang membuat politik semakin berjarak dengan rakyat. Tentu ini bukan hanya soal kemunduran demokrasi prosedural, yang lebih fundamental dari itu hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan berbangsa telah dihilangkan. Tantangan kedepan sungguh berat bagi seluruh komponen bangsa ini, dan secara khusus bagi warga Negara yang selama ini acap kali termarginalkan dalam seluruh proses pengambilan keputusan.

Mengutip apa yang ditulis oleh harian Kompas, “semua berawal dari Jakarta Selatan”, pada saat Jokowi berkomitmen menyelesaikan berbagai problem pokok lingkungan hidup dan sumber daya alam. Kami berharap, silaturrahmi yang telah terbangun pada kesempatan sebelumnya, dan juga pada kesempatan ini dimana Bapak Joko Widodo sebagai Presiden RI bersedia hadir untuk menyampaikan agenda pemerintahan kedepan bagi perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan. Dalam pembukaan Konferensi Nasional Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam ini, saya ingin menyampaikan bahwa “kerja belum selesai, dan kita baru memulainya”.

Akhirnya, Selamat mengikuti Konferensi Nasional Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam untuk kita semua. Semoga apa yang kita perjuangkan bersama mewujudkan keadilan ekologis dapat kita jalankan dengan semangat soliditas dan solidaritas yang terus terpupuk.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.

 

Salam Adil dan Lestari,

Abetnego Tarigan